Pelayan Tuhan
SALAH satu kosa kata yang sering kita gunakan sebagai aktivis dalam Gereja Katolik adalah “pelayan” atau “pelayanan”. Dalam Kitab Suci Septuaginta (berbahasa Yunani), kata “pelayan” dan “pelayanan” digunakan dengan beberapa istilah, antara lain sebagai berikut.
Pertama, δουλοω (douloõ) artinya melayani sebagai hamba atau budak. Kedua, διακονεω (diakoneõ), yakni melayani sebagai pelayan dapur, yang menantikan perintah tuannya dari meja makan, misalnya “Mat 8:15: “… ia pun bangun dan melayani (διακονεω) Dia”; juga Ef. 4:12: “melengkapi orang-orang kudus bagi perkerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.” Ketiga, υπηρετης (hypérètés), yakni melayani sebagai bawahan terhadap atasannya. Seorang hyperetes adalah seorang yang segera memberikan tanggapan dan tidak boleh banyak bertanya tentang tugas yang dipercayakan kepadanya. Dalam Kis. 24:13 kita melihat sahabat-sahabat Paulus bertindak selaku hypérètés terhadap Paulus. Yaitu menolong hamba Tuhan lain agar pelayanannya menjadi lebih efektif. Keempat, λιτουργικος (litourgikos), yaitu melayani orang lain di depan publik. Bentuk pelayanan publik utama dengan diutus mewartakan injil kepada semua suku dan bangsa: “… ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus, ‘khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka’. Lalu mereka berpuasa dan berdoa, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi” (Kis13:2-3).
Setiap pelayan Tuhan adalah seorang hamba atau budak Kristus (doulos), seorang pelayan yang selalu rindu menolong orang lain dalam memenuhi kebutuhannya (diakonos), seorang yang tidak diperhitungkan. Akan tetapi pelayanannya amat dibutuhkan (hypérètés), seorang yang disorot oleh banyak orang (litourgikos). Kata leitourgia berasal dari dua kata, yaitu ergon, artinya melayani atau bekerja, dan laos, artinya rakyat, bangsa, masyarakat. Kata laos dan ergon diambil dari kehidupan masyarakat Yunani sebagai kerja nyata rakyat kepada bangsa dan negara. Rasul Paulus menyebut dirinya sebagai pelayan leitourgoi yakni sebagai pelayan Allah (Rom.13:6). Sebagaimana pemahaman Paulus, liturgi adalah juga sikap beriman sehari-hari. Liturgi tidak terbatas pada perayaan kultis di gereja. Sebagaimana Kristus melayani, sebagai murid-Nya, kita pun melayani, mengikuti teladan-Nya. “Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu hendaklah dia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu hendaklah dia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat.20:26-28).
Melayani merupakan hak istimewa yang dianugerahkan Allah kepada setiap orang yang menerima dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan penyelamat. Rasul Paulus sadar bahwa dirinya tidak layak menjadi pelayan Tuhan, tapi Allah memercayakan pekerjaan-Nya yang mulia kepada dirinya (1 Kor 4:1). Sebelum ia menerima panggilan Tuhan untuk menjadi rasul, ia adalah seorang penganiaya jemaat (Fil 3: 6). Ia dengan penuh penyesalan menceritakan masa lalunya, kepada Timotius dengan ungkapan yang sedih. ..”Aku yang tadinya penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, akan tetapi telah dikasihinya. Karena semuanya itu kulakukan tanpa pengetahuan, yaitu di luar iman” (I Tim 1 : 13).
Ia menyadari, bahwa ia dapat melayani Tuhan itu, karena kasih karunia Tuhan yang bekerja di dalam hidupnya. Jika ia boleh menjadi rekan kerja Allah untuk memberitakan Injil, itu semata-mata anugerah Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Paulus menyatakan “Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor. 9:16). Pernyataan ini bukan berarti kutukan, melainkan konsekuensi serius jika seseorang tidak melaksanakan panggilan Tuhan untuk memberitakan Injil.