Allah Tritunggal & Penciptaan – Part2
Bagaimana Gereja Mendapat Doktrin Allah Tritunggal Jika Tidak Tertulis di Kitab Suci?
Gereja Perdana, yang dipimpin oleh para Rasul, mewarisi pengertian iman dari Yesus sendiri. Mereka merenungkan Kitab Suci dan pengalaman mereka dengan Kristus, lalu di bawah bimbingan Roh Kudus, secara bertahap merumuskan bahasa yang tepat untuk menjelaskan misteri ini, terutama ketika muncul bidaah (ajaran sesat) yang menyimpang.
-
Bidaah-bidaah Awal:
-
Modalisme: Mengajarkan bahwa Bapa, Putra, dan Roh Kudus hanyalah “mode” atau “topeng” yang dipakai oleh satu Pribadi Allah. Ini menyangkal perbedaan Pribadi.
-
Arianisme: Dipelopori oleh Arius, mengajarkan bahwa Yesus (Sang Firman) adalah ciptaan Allah yang pertama dan paling mulia, tetapi tidak setara dengan Bapa (Ada masa ketika Ia tidak ada). Ini menyangkal keallahan Yesus.
-
-
Tanggapan Magisterium melalui Konsili Ekumenis:
-
Konsili Nicea I (325): Menanggapi Arianisme, konsili ini menegaskan bahwa Sang Putra sehakikat dengan Bapa (homousios). Inilah asal usul frasa dalam Syahadat Nicea-Konstantinopel: “Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar, diperanakkan bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa.”
-
Konsili Konstantinopel I (381): Konsili ini menyempurnakan Syahadat Nicea (menjadi Syahadat Nicea-Konstantinopel yang kita ucapkan sekarang) dan dengan jelas menegaskan keallahan Roh Kudus, “yang adalah Tuhan dan yang menghidupkan.”
-
Konsili Kalsedon (451) dan seterusnya: Konsili-konsili berikutnya terus menyempurnakan bahasa untuk membedakan Pribadi dan kodrat dalam Kristus dan Tritunggal.
-
Berdasarkan Kitab Suci yang direnungkan dalam Tradisi hidup Gereja, Magisterium (kewenangan mengajar Gereja) secara resmi mendefinisikan dan melindungi doktrin Tritunggal dari penyimpangan.
Bagaimana Mungkin Tiga Adalah Satu dan Satu Adalah Tiga?
Ini adalah misteri yang tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh akal budi manusia yang terbatas. Namun, kita bisa menggunakan analogi untuk membantu, dengan catatan bahwa semua analogi memiliki keterbatasan dan akhirnya runtuh.
-
Analogi St. Patrik (Shamrock/Sehelai Daun Semanggi): Sehelai daun semanggi memiliki tiga daun kecil, namun tetap satu helai daun. Ini membantu memahami “tiga dalam satu”, tetapi ketiga daun itu bukanlah “pribadi”.
-
Analogi Manusia (St. Agustinus): Satu manusia memiliki akal budi, kehendak, dan ingatan. Ketiganya adalah satu jiwa. Namun, ini masih terjadi dalam satu pribadi, bukan tiga pribadi.
-
Analogi Cinta (Yang Paling Mendekati):
-
Sang Bapa adalah Sang Pencinta (Lover).
-
Sang Putra adalah Sang Terkasih (Beloved).
-
Roh Kudus adalah Ikatan Cinta yang mengalir antara Bapa dan Putra (Love Itself).
Dalam diri Allah, ada dinamika cinta yang abadi dan sempurna. Bapa mengasihi Putra sepenuhnya, dan Putra membalas cinta Bapa sepenuhnya. Cinta yang saling memberi ini begitu sempurna dan personal sehingga adalah Pribadi itu sendiri, yaitu Roh Kudus. Inilah yang paling mendekati pemahaman kita, karena “Allah adalah Kasih” (1 Yohanes 4:8).
-
Kesimpulan dari Analogi: Kita tidak bisa membuktikan Tritunggal dengan logika manusia, tetapi kita bisa menunjukkan bahwa itu tidak bertentangan dengan akal budi, dan itu adalah penjelasan terbaik untuk data yang diberikan oleh Wahyu Ilahi.