7 Perkataan Yesus – “Akulah Kebangkitan Dan Hidup”: Kemenangan Mutlak atas Maut dan Kefanaan
Apa Kontek dan Arti Harafiah Dari “Akulah Gembala Yang Baik”?
Menyelami pernyataan Yesus yang kelima, yang diucapkan pada momen yang paling dramatis dan penuh dukacita: “Akulah Kebangkitan dan Hidup” (Yohanes 11:25). Pernyataan ini adalah puncak dari pengharapan Kristiani, yang mengubah makna kematian itu sendiri.
Pernyataan ini tidak diucapkan di ruang kelas atau di bukit, tetapi di tengah-tengah air mata dan keputusasaan, di depan kubur sahabat-Nya, Lazarus, yang telah empat hari meninggal.
-
Yohanes 11:25-26: “Jawab Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?’”

Arti Harfiah dari Frasa Kunci:
-
“Akulah Kebangkitan” (hē anastasis): Ini berarti Yesus adalah sebab pertama dan sumber kuasa yang membangkitkan orang mati. Kebangkitan bukanlah sekadar peristiwa yang akan Ia lakukan, tetapi sesuatu yang Ia adalah. Di dalam diri-Nya, kuasa kematian telah dipatahkan.
-
“Akulah… Hidup” (hē zōē): Ini merujuk pada hidup ilahi yang kekal, kehidupan Allah sendiri. Yesus bukan hanya memberikan “hidup”, tetapi Ia adalah sumber dan pemilik hidup itu sendiri.
-
“Hidup walaupun sudah mati”: Janji bagi mereka yang telah meninggal dalam iman.
-
“Tidak akan mati selama-lamanya”: Janji bagi mereka yang masih hidup dalam iman, bahwa kematian fisik bukanlah akhir yang sesungguhnya.
Apa Pesan Yang Ingin Disampaikan Yesus?
Di tengah dukacita Marta yang berkata, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati” (Yoh 11:21), Yesus menyampaikan pesan yang menghiburkan dan mentransformasi.
-
Kematian Bukanlah Titik Akhir yang Mutlak: Bagi dunia, kematian adalah penghabisan. Bagi Yesus, kematian hanyalah sebuah “tidur” (Yoh 11:11). Dengan menyatakan diri sebagai Kebangkitan, Ia merelativisasi kuasa maut. Kematian kehilangan sengatnya yang menakutkan karena ia telah dikalahkan dari dalam oleh Sang Sumber Hidup.
-
Iman adalah Kunci yang Menghubungkan Kita dengan Kuasa-Nya: Perhatikan bahwa Yesus tidak berkata, “Aku akan membangkitkan semua orang.” Janji itu bersyarat: “barangsiapa percaya kepada-Ku”. Iman adalah saluran di mana kuasa kebangkitan dan hidup itu mengalir ke dalam eksistensi kita. Pertanyaan-Nya kepada Marta, “Percayakah engkau akan hal ini?” adalah pertanyaan yang sama yang diajukan kepada kita semua.
-
Yesus Menawarkan Hidup yang Tak Terkalahkan oleh Kematian: Janji “tidak akan mati selama-lamanya” bukan berarti kita tidak akan mengalami kematian fisik. Itu berarti bahwa inti diri kita, jiwa kita yang kekal, yang telah dilahirkan kembali dalam Baptisan, tidak akan pernah mengalami pemisahan definitif dari Allah (yang adalah kematian spiritual yang sesungguhnya). Kematian fisik hanyalah peralihan menuju kepenuhan hidup.
Bagaimana Kita Memaknai / Melakukan Pesan Ini?
Respon kita terhadap pernyataan ini haruslah berupa sebuah iman yang mengubah cara kita menghadapi penderitaan, penyakit, dan kematian.
1. Respon Teologis: Dibaptis ke dalam Kematian dan Kebangkitan-Nya
Kita disatukan dengan Kristus, Sang Kebangkitan dan Hidup, melalui Sakramen-Sakramen.
-
Dasar Kitab Suci:
-
Roma 6:3-5: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? … Karena jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan kebangkitan-Nya.” Pembaptisan adalah partisipasi sakramental kita dalam kematian dan kebangkitan Yesus.
-
1 Korintus 15:20-22: “Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. … Sebab sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”
-
-
Pengajaran Magisterium (Tradisi Suci):
-
Sakramen Pengurapan Orang Sakit (KGK 1520-1523): Sakramen ini adalah penerapan khusus dari kuasa Kristus, Sang Kebangkitan dan Hidup, bagi orang yang menderita sakit berat atau tua. Sakramen ini memberikan kekuatan, kedamaian, dan keberanian untuk melawan pencobaan di saat kelemahan, dan menyatukan penderitaan orang tersebut dengan sengsara Kristus. Ini adalah sakramen untuk menghadapi “saat-saat kematian” kita, bukan hanya sakramen untuk saat-saat menjelang ajal (viaticum).
-
Iman akan Kebangkitan Badan (Syahadat): Gereja dengan tegas percaya akan kebangkitan badan pada akhir zaman. Keyakinan ini berakar pada kebangkitan Yesus yang fisik dan nyata. Tubuh kita bukanlah penjara yang akan ditinggalkan selamanya, melainkan bait Roh Kudus yang akan dipulihkan, dimuliakan, dan dipersatukan kembali dengan jiwa kita.
-
2. Respon Filosofis: Mengubah Makna Penderitaan dan Kematian
Pernyataan Yesus ini menjawab pertanyaan filosofis terdalam umat manusia: Apakah ada arti di balik penderitaan dan kematian?
-
Kematian bukanlah Sebuah Kegagalan, Melainkan Sebuah Peralihan: Filosofi sekuler melihat kematian sebagai kegagalan biologis akhir atau sebuah absurditas. Iman Kristen, yang diterangi oleh pernyataan “Akulah Kebangkitan dan Hidup,” melihat kematian sebagai pintu gerbang menuju perjumpaan muka dengan muka dengan Sang Sumber Hidup. St. Fransiskus dari Assisi menyapanya sebagai “Saudari Maut.”
-
Penderitaan Memperoleh Makna yang Baru: Ketika kita percaya bahwa Kristus adalah Kebangkitan, maka penderitaan kita—seperti penyakit Lazarus—tidak lagi dilihat sebagai hukuman atau kutukan tanpa arti. Penderitaan dapat menjadi tempat di mana kemuliaan Allah dinyatakan (Yohanes 11:4) dan di mana iman kita dimurnikan. Penderitaan yang dipersatukan dengan salib Kristus menjadi sarana pengudusan dan partisipasi dalam karya penebusan.
Apa Kebenaran Sejati Yang Terkandung Di Dalamnya?
Di balik mukjizat kebangkitan Lazarus, tersembunyi kebenaran-kebenaran yang lebih dalam.
-
Kebenaran tentang Identitas Yesus: Mukjizat ini adalah prefigurasi (lambang pendahuluan) dari kebangkitan Yesus sendiri. Jika Yesus hanya seorang nabi, Ia akan berdoa kepada Allah untuk membangkitkan Lazarus. Tetapi Yesus berkata-kata dengan otoritas-Nya sendiri: “Lazarus, marilah keluar!” (Yoh 11:43). Ia menunjukkan bahwa Ia adalah Sang Firman Pencipta yang sama yang pada awal mula berkata, “Jadilah terang.” Kuasa untuk menghidupkan yang mati adalah kuasa ilahi.
-
Kebenaran tentang Dua Tingkat Kebangkitan: Yesus membangkitkan Lazarus kembali ke kehidupan duniawinya (Lazarus akan mati lagi). Ini berbeda dengan kebangkitan Yesus sendiri, yang adalah kebangkitan ke dalam hidup yang kekal dan tubuh yang dimuliakan. Mukjizat ini adalah sebuah sign (tanda) yang menunjuk pada realitas yang lebih besar: kebangkitan kita sendiri ke dalam kehidupan yang tak akan pernah berakhir.
-
Kebenaran tentang Tangisan Yesus (Yohanes 11:35): Ayat terpendek dalam Alkitab, “Dan Yesus menangis,” memiliki makna teologis yang dalam. Ini menunjukkan bahwa Sang Kebangkitan dan Hidup sendiri turut merasakan dan masuk ke dalam dukacita dan kefanaan kita. Allah bukanlah pengamat yang dingin. Ia adalah Allah yang berbelas kasih, yang menyentuh kubur kita dan menangis bersama kita, bahkan ketika Ia tahu bahwa Ia akan mengalahkan maut.
Apa Yang Dapat Disimpulkan?
-
Koneksi dengan Sakramen Ekaristi: Bapa Gereja, St. Petrus Krisologus, menghubungkan mukjizat ini dengan Ekaristi. “Lazarus adalah gambaran dari orang berdosa… Kubur adalah gambaran dari dosa yang membunuh jiwa. Tetapi sabda Tuhan yang perkasa sampai ke dalam kubur, dan memanggil orang berdosa untuk keluar ke dalam terang… Dan ini terjadi setiap hari di Gereja melalui Sakramen Pengakuan DosA dan Ekaristi.” Kita yang mati secara spiritual dibangkitkan dalam Rekonsiliasi dan diberi makan dengan Tubuh Sang Hidup dalam Ekaristi.
-
Paradoks Iman Marta: Marta menyatakan iman yang ortodox: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang mati bangkit pada akhir zaman” (Yoh 11:24). Iman ini benar, tetapi belum lengkap. Yesus menuntunnya lebih jauh: Kebangkitan bukanlah sekadar sebuah peristiwa di masa depan (“pada akhir zaman”); Kebangkitan adalah seorang Pribadi yang berdiri di hadapannya saat itu juga (“Akulah…”). Iman kita diajak untuk bergeser dari mempercayai sebuah peristiwa kepada mempercayai seorang Pribadi.
Pesan “Akulah Kebangkitan dan Hidup” adalah fondasi bagi pengharapan Kristiani yang radikal. Respon kita adalah:
-
Secara Teologis: Peganglah erat-erat janji ini dalam hati Anda, terutama saat menghadapi kematian orang yang dikasihi atau saat menghadapi ketakutan akan kematian sendiri. Ikatkan hidup dan matimu kepada Kristus.
-
Secara Filosofis: Hiduplah dengan perspektif kekekalan. Keputusan-keputusanmu hari ini harus dipandang dalam terang hidup yang tak berkesudahan. Kematian bukanlah akhir cerita, melainkan awal dari babak yang baru dan lebih mulia.
-
Secara Praktis:
-
Hidupilah “Hidup Kekal” Sekarang Juga: Hidup kekal bukan hanya dimulai setelah kematian. Ia mulai sekarang, dalam relasi kita dengan Kristus. Tinggallah di dalam Dia melalui doa dan sakramen, dan alamilah “hidup yang berkelimpahan” (Yoh 10:10) itu dari sekarang.
-
Jadilah Penghibur bagi yang Berduka: Bagi mereka yang berduka, jangan hanya berkata “ia tenang sekarang”. Wartakan pengharapan akan kebangkitan! Katakan kepada mereka tentang Yesus yang menangis di kubur Lazarus dan kemudian membangkitkannya.
-
Bersiaplah untuk “Keluaran” Terakhirmu: Setiap Misa adalah pengingat akan kematian dan kebangkitan Kristus. Setiap kali kita menerima Komuni, kita menerima “obat keabadian” (viaticum), yang memperkuat kita untuk perjalanan terakhir kita menuju Bapa, saat kita mendengar suara yang sama: “[Namamu], marilah keluar!”
-
Dengan demikian, “Akulah Kebangkitan dan Hidup” adalah janji kemenangan yang paling mutlak. Ia mengubah dukacita menjadi pengharapan, kubur menjadi tempat peralihan, dan kematian menjadi pintu menuju perjumpaan abadi dengan Sang Sumber Segala Hidup.













