Liturgi: Perjumpaan Yang Mengubah
“Setiap perayaan ekaristi adalah perjumpaan
dengan Kristus yang mengubah hati dan mengutus kita membawa kasih-Nya.”
LITURGI adalah perjumpaan nyata dengan Kristus yang mengubah hati dan hidup kita. Setiap kali kita merayakan ekaristi, Tuhan tidak hanya hadir, akan tetapi juga bekerja dalam diri kita melalui sabda dan Ekaristi. Tuhan membuka mata iman, menyalakan harapan, dan menguatkan kasih. Sesungguhnya liturgi bukan rutinitas, tapi anugerah pertemuan yang membarui batin dan menggerakkan kita untuk hidup semakin serupa dengan Kristus.
Sering kali kita datang ke gereja merayakan ekaristi seperti menjalani rutinitas harian: duduk, berdiri, menyanyi, berdoa, lalu pulang seperti biasa. Namun sesungguhnya, liturgi adalah perjumpaan hidup dengan Kristus yang selalu rindu membarui hati kita.
Dalam setiap Sabda yang kita dengar, Yesus menuntun kita seperti Ia menuntun para murid dalam perjalanan Kleopas dan murid lain menuju Emaus (Luk. 24:13-35). Dalam setiap roti yang dipecah dan dibagikan, Ia menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan yang hadir, mencintai, dan menyelamatkan kita. Perjumpaan itu mengubah hati para murid: dari sedih menjadi berkobar, dari kecewa menjadi bersaksi. Dan hati kita pun dapat berubah demikian juga.
Perjumpaan ini bukan sekadar ritual rutin, melainkan perjumpaan hidup yang mampu mengubah hati. Seperti para murid di Emaus yang hati mereka berkobar ketika Yesus berjalan bersama mereka, demikian pula hati kita dijamah oleh rahmat ketika kita membuka diri kepada-Nya. Ia menyembuhkan luka batin, meneguhkan iman, memurnikan niat, dan menyalakan kembali cinta kasih yang berasal dari diri-Nya.
Liturgi mengarahkan kita untuk hidup semakin serupa dengan Kristus — rendah hati, penuh kasih, siap mengampuni, dan membawa damai. Kita tidak hanya “menghadiri Misa,” tetapi dihadiri oleh Tuhan yang membentuk kita menjadi murid-Nya dan mengutus kita kembali ke dunia sebagai saksi kasih-Nya.
Ketika kita datang dan merayakan perayaan ekaristi dengan hati yang terbuka — bukan sekadar hadir fisik, tetapi hadir batin — Tuhan menyentuh hidup kita. Ia menenangkan hati yang gelisah, menghapus rasa bersalah, menyembuhkan luka batin, dan menyalakan kembali harapan yang mungkin mulai padam, seperti yang dialami kedua murid dalam perjalanan mereka ke Emaus. Ketika Yesus “duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap Syukur, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu, terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Kata mereka seorang kepada yang lain, ‘bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci?’. Lalu bangkitlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem” (Luk. 24:30-33)
Liturgi bukan untuk “ditonton”, melainkan untuk dihayati dan dihidupi. Kita keluar dari gereja bukan sama seperti saat kita masuk, tetapi membawa damai, sukacita, dan kasih-Nya ke tengah keluarga, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari.
Dalam setiap perayaan ekaristi yang kita rayakan, kita memohon rahmat agar setiap perayaan itu menjadi perjumpaan yang mengubah, sehingga hati kita semakin menyerupai hati Kristus. Semoga kita pulang dari setiap kali merayakan ekaristi dengan iman yang diperbarui, cinta yang diteguhkan, dan semangat untuk menjadi saksi kasih Tuhan bagi sesama.













